Aktivitas parkour atau dikenal pula dengan sebutan seni meloloskan diri, kini tengah menjadi tren baru di kalangan anak muda, terutama di Kota Solo. Meski mempunyai risiko cedera, namun mereka justru semakin menekuni kegemaran mereka.
Minat pada aktivitas yang satu ini semakin menjadi tren seiring beredarnya film Yamakasi pada tahun 2001. Film yang berisi berbagai adegan meloloskan diri oleh tujuh pemuda dengan cara yang unik namun efisien dan efektif ini, seolah menjadi inspirasi kalangan anak muda untuk lebih mendalami minat mereka.
Sebelum mendalami hobinya, beberapa penggemar seni meloloskan diri ini memang sudah lebih dulu mengenal sedikit tentang kelihaian para traceurs atau pelaku parkour dalam beraksi.
Seperti gerakan melompat dari satu titik ke titik lain maupun meloncat dari ketinggian tak kurang dari 2 meter dengan gerakan salto tanpa bantuan alat pengaman. Dan semua itu dilakukan dengan enteng, seolah mereka mempunyai ilmu meringankan tubuh.
Salah seorang traceurs, Agung Tri Purnomo, mengatakan seni meloloskan diri memberikan kepuasan dan kenikmatan tersendiri baginya. Kenikmatan begitu terasa ketika ia sedang melayang di udara. Sementara di saat yang sama, ia harus memikirkan dirinya agar tidak cedera.
”Kalau bisa menikmati, maka saat berada di udara itu, seolah waktu berjalan lebih lambat. Sementara dalam hitungan sepersekian detik, saya harus bisa memutuskan akan berbuat apa. Keputusan itu harus diambil secepat mungkin agar saya tidak cedera. Di situlah nikmatnya parkour,” kata pemuda yang biasa disapa T-Phe ini ketika ditemui Espos, Rabu (6/5), di kompleks Manahan Solo.
Tak hanya T-Phe, penggemar lain seni yang berasal dari Prancis ini, Setyawan Jody Prihartanto juga mengungkapkan hal yang sama. Setyawan yang masih pelajar SMA ini berpendapat kesenangan bisa dirasakan ketika mereka bisa melalui semua halang rintang dengan baik dan benar.
Manfaatkan sudut tembok
Para penggemar parkour juga mengaku tertarik, lantaran aksi meloloskan diri ini terlihat mengasyikkan dan punya nilai seni tersendiri. Bukan seni bela diri, tetapi seni meloloskan diri.
Rasa tertarik tersebut semakin tergugah tatkala mereka juga melihat kelihaian aktor ternama Jacky Chan saat sedang beraksi memanjat tembok atau melintasi halang rintang dengan gaya yang unik.
”Aksi-aksi Yamakasi dan Jacky Chan yang begitu lihai menaklukkan spot atau medan memang bisa menggugah ketertarikan kami. Saya rasa hampir semua orang akan kagum dan tertarik kalau melihat kepiawaian Jacky Chan saat beraksi di film. Karena gayanya begitu unik dan diluar dugaan kita. Dan saya rasa, Jacky Chan melakukannya tanpa bantuan alat apa pun. Dia (Jacky Chan-red) melakukannya dengan tangan kosong,” ujar traceurs Zamroni, yang tertarik dengan parkour sejak pertengahan tahun 2008, ketika ditemui Espos, di kawasan Manahan, Rabu (6/5).
Kemampuan para penggemar parkour ini bisa dilihat di kawasan Manahan. Antara lain di sebelah barat Velodrome maupun di sekitar loket, pintu masuk Stadion Manahan sisi utara. Dengan bekal kemampuan dan keterampilan yang terus menerus dilatih, para traceurs mampu melompat dari ketinggian maupun memanjat pagar dengan cepat.
Tapi aktivitas tersebut dilakukan dengan teknik dan seni tersendiri. Jadi bukan sekadar melompat atau memanjat seperti pada umumnya. Namun dilakukan dengan gaya yang berbeda, seperti gerakan berputar.
”Semakin hari kami semakin tertarik. Karena teknik-teknik yang dipelajari semakin kompleks dan menantang. Dan tantangannya pun semakin banyak dan menarik untuk ditaklukkan. Misalnya, memanjat tembok dengan memanfaatkan sudut tembok itu. Itu sulit dilakukan, tapi dengan mudah dilakukan oleh Jacky Chan,” papar traceurs lainnya, Yunus kepada Espos. - Oleh: Ivan Indrakesuma
Perkaya ilmu melalui komunitas
Para penggemar seni meloloskan diri ini telah membentuk suatu komunitas bernama Parkour Solo.
Komunitas ini resmi terbentuk pada tanggal 11 Oktober 2008 dan bergabung dengan komunitas Parkour Indonesia. Namun sekitar satu bulan sebelumnya, menurut Ketua komunitas ini, Zamroni, telah terbentuk komunitas yang belum punya nama, dengan anggota 24 orang.
”Sebelum Parkour Solo terbentuk, kami sudah lebih dulu punya komunitas. Namun saat itu, masing-masing anggota lebih mengenal Yamakasi. Setelah mendapat informasi adanya Parkour Indonesia, kemudian kami membentuk Parkour Solo. Dan anggotanya sekarang mencapai 80-an orang. Terdiri dari kalangan pelajar SMP, SMA maupun mahasiswa dan masyarakat umum,” terang Zamroni, ketika ditemui Espos, Rabu (6/5), di sela-sela sesi latihan di Manahan Solo.
Pembentukan komunitas itu sendiri, dimaksudkan sebagai wadah bagi mereka yang tertarik dengan seni meloloskan diri. Melalui komunitas ini, anggota yang baru tertarik, bersama-sama belajar teknik-teknik dasar. Sementara bagi anggota yang sudah lebih lama bergelut dengan parkour, terus memperdalam dan mengembangkan teknik yang lebih sulit. Dengan demikian muncul variasi-variasi gerakan yang berbeda-beda.
Melalui komunitas ini pula, para penggemar parkour bisa saling bertukar ilmu, pengalaman dan berlatih bersama untuk memperkaya penguasaan teknik.
Penggemar parkour yang tergabung dalam komunitas ini rutin melakukan latihan pada hari Rabu dan Sabtu di Manahan.
”Namun pada dasarnya, kami berlatih setiap hari, meskipun terkadang sendiri-sendiri. Tapi secara rutin ya hari Rabu dan Sabtu di Manahan. Kalau di luar hari itu anggota ingin berlatih bersama, maka kami akan saling memberitahu untuk berkumpul dan latihan bersama.
Untuk latihan yang tidak rutin ini, tempatnya tidak harus di Manahan. Bisa di kampus atau tempat lain yang memungkinkan,” terang Agung Tri Purnomo.
Selain berlatih bersama para penggemarnya, komunitas ini juga mempunyai kegiatan berlatih bersama komunitas parkour dari lain kota.
Tujuannya tiada lain, selain bertukar pengalaman dan ilmu. Dengan berlatih bersama dengan komunitas dari kota lain, lanjut mereka, akan semakin memperkaya pengetahuan para penggemar tentang parkour dan perkembangannya.
Termasuk di dalamnya variasi-variasi teknik, gerakan maupun gaya meloloskan diri. ”Belum lama ini, kami sudah menjamu komunitas parkour dari Yogyakarta untuk jamming bersama di Manahan. Selain menjamu komunitas, kami juga sering berkomunikasi lewat forum melalui situs www.parkourindonesia.web.i
Tak hanya modal berani...
Sepintas, aktivitas dalam parkour terlihat begitu membahayakan diri para pelakunya.
Bayangkan saja ketika mereka melompat dari ketinggian tak kurang dari dua meter sambil bersalto. Atau meloncat antartitik dengan rentang yang menurut perhitungan orang awam tidak akan terlewati. Dan gerakan-gerakan lainnya. Terlebih mereka melakukannya tanpa satu pun alat pengaman.
Parkour, bagi para penggemarnya memang tak cukup bermodal keberanian atau keterampilan saja. Selain itu, mereka juga harus mempunyai mental dan sikap yang baik. Di sisi lain, untuk menjadi traceurs yang baik tentu saja harus menguasai teknik-teknik dasarnya.
Agung Tri Purnomo dan Zamroni, yang telah menekuni parkour setengah tahun lebih mengatakan ada teknik-teknik dasar yang harus mereka kuasai. Di antaranya teknik landing dengan berguling atau dropping. Kemudian teknik precision atau gerakan berpindah dari satu titik ke titik lain. Teknik climbing atau memanjat, teknik keseimbangan hingga teknik melatih kekuatan otot.
Dan sebelum berlatih teknik parkour, mereka tidak lupa melakukan warming up atau pemanasan. Bisa dengan lari, push up hingga melompat. ”Bagi pemula, teknik-teknik itu harus dikuasai sebagai dasar parkour. Dan selanjutnya dengan memperbanyak latihan agar semakin mahir, sekaligus mendapatkan teknik yang lebih variatif. Misalnya, untuk latihan precision bagi pemula, rentangnya dekat, kemudian semakin jauh,” kata Zamroni.]
Modal mental
Dan lebih lanjut lagi, precision tidak dilakukan di darat atau tanah, tetapi bisa di tempat yang lebih tinggi, misalnya pada balok keseimbangan. Di darat untuk melatih keterampilan atau skill, kalau di tempat tinggi untuk melatih keberanian dan mental.
Selain skill tersebut, lanjut Agung, pelaku parkour juga harus mempunyai keberanian, mental dan sikap yang baik. Karena pada dasarnya, parkour adalah aktivitas untuk melatih diri sendiri dan bukan untuk dipamerkan apalagi dipertandingkan. Yaitu melatih diri sendiri agar menjadi lebih baik.
Soal penguasaan gerakan-gerakan dalam parkour, menurut mereka, tergantung dari kemampuan dan minat masing-masing pehobi. Namun, beberapa dari penggemar seni meloloskan diri ini memang sudah mempunyai teknik dasar bela diri.
”Tingkat penguasaan penggemar parkour tergantung pada masing-masing individu. Bagi mereka yang sudah punya dasar seni bela diri, memang akan lebih mudah dan cepat menguasai teknik-teknik dalam parkour. Sementara yang tidak ada dasar bela diri, akan lebih lama penguasaannya,” jelasnya.
Namun, hal itu tidak terlalu menjadi kendala bagi mereka. Karena dengan memiliki mental dan sikap yang baik serta mempunyai keberanian dan senantiasa melatih diri, maka tiap individu bisa meloloskan diri dengan cepat, bahkan disertai gaya yang indah. - iik
Sama sekali tak ada fight
Para penggemar parkour menegaskan bahwa aktivitas yang mereka tekuni bukanlah bela diri atau untuk berkelahi.
Tetapi justru untuk melarikan diri atau meloloskan diri ketika mereka sedang dalam masalah. Dan meloloskan diri tersebut dilakukan dengan gerakan cepat, efektif dan efisien.
Dalam parkour, tegas Yunus, sama sekali tak ada unsur gerakan membela diri untuk berkelahi, seperti halnya seni bela diri. ”Prinsip dari parkour adalah seni meloloskan diri. Sehingga yang ada hanyalah teknik untuk melarikan diri dengan cepat, efisien, efektif dan diupayakan tanpa cedera. Bukan membela diri, seperti seni bela diri atau fight. Yang ada dalam parkour adalah flight, meloloskan atau melarikan diri,” terang pelaku parkour, Yunus ketika ditemui Espos, Rabu (6/5), ketika sedang berlatih di Manahan.
Zamroni menambahkan parkour justru melatih setiap pelakunya untuk bisa disiplin, siap dan sigap ketika menghadapi masalah. Dengan kedisiplinan yang diperoleh saat latihan, diharapkan membuat mereka juga terbiasa disiplin dalam lain hal.
Selain itu, mereka juga dibiasakan untuk berpikir cepat serta mungkin mengambil keputusan dalam waktu singkat. Karena dalam parkour, para traceurs memang dituntut untuk cepat dalam berpikir dan bertindak.
”Kecepatan dalam berpikir dan bertindak itu diperlukan agar kami tidak cedera. Sebelum bertindak, kami tentu harus memikirkan sematang mungkin apa yang akan kami lakukan. Sebab kalau keputusan yang diambil itu tidak matang atau malah salah, maka kemungkinan cedera akan semakin besar,” papar Zamroni dan Yunus.
Para penggemar bidang baru olahraga ini mengaku potensi cedera sangat besar, mengingat aktivitas mereka, dilakukan tanpa satu pun alat pengaman. Menurut para pehobi parkour ini, aktivitas yang mereka lakukan justru harus jauh dari pemakaian alat pengaman.
Mereka menegaskan dalam parkour, alat pengaman justru dijauhkan. Karena prinsipnya, aktivitas mereka dilakukan dalam keadaan terdesak dan tak terduga. ”Dalam kehidupan sehari-hari tentu setiap orang tidak menggunakan alat pengaman. Karena itu pula, dalam parkour tidak ada istilah memakai alat pengaman. Jadi semuanya tangan kosong. Ketika dalam aktivitas sehari-hari ada suatu kejadian dan saat itu kita harus lari atau meloloskan diri, tentu tidak akan ada alat pengaman,” papar mereka.
Namun ketika latihan, menurut Zamroni, para traceurs menggunakan sepatu yang dikhususkan untuk aktivitas running atau lari. ”Alat pengaman jelas tidak ada. Tetapi untuk sepatu, biasanya teman-teman memakai sepatu untuk lari, supaya lebih pas karena lebih lentur,” ujarnya. - iik